Kamis, 14 Oktober 2010

ketika rasulullah meninggalkan ka'bah

KETIKA RASULULLAH MENINGGALKAN MAKKAH
     Dalam perjalanan Hijrah menuju Madinah, Rasulullah SAW sempat berhenti dan berteduh di bawah sebuah pohon yang terletak diatas Bukit Tsaur. Sambil melihat ke bawah, kearah Makkah, dengan diiringi tangisan beliau mengucapkan salam perpisahan, “Wahai Makkah! Demi Allah, aku mengetahui engkaulah tanah yang paling dicintai Allah. Kalau tidak pendudukmu mengusirku, niscaya aku takkan keluar meninggalkanmu.”
     Melihat kesedihan yang menyelimuti Rasulullah ini, Allah SWT mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu, “sesungguhnya (Tuhan) yang mewajibkan atasmu (untuk menyampaikan dan melaksanakan hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikanmu ketempat kembali ( Makkah )?”.(QS, 28;85).
     Ayat diatas bagai hiburan bagi Nabi, karena secara tersirat Allah menjanjikan bahwa beliau akan dikembalikan ke Makkah dengan membawa kemenangan. Perjuangan yang telah beliau lakukan selama 13 tahun tidak akan sia-sia, namun akan segera tampak hasilnya. Dan malam saat Nabi meninggalkan Makkah, merupakan klimaks dari hari-hari penindasan, penyiksaan, ancaman dalam usaha untuk membunuh dakwah dan diri nabi.
     Hijrah merupakan solusi tepat dan strategi untuk menyelamatkan diri yang untuk selanjutnya berjuang kembali. Hijrah juga berperan sebagai filter bagi umat Islam saat itu. Karena Hijrah juga membutuhkan pengorbanan harus berpisah dengan anak-istri, keluarga, harta, pekerjaan dan tempat tinggal. Dan tentu saja nyawa juga mereka pertaruhkan untuk sampai dengan selamat di Madinah.
     Kepatuhan mereka yang berhijrah ini, dipuji oleh Allah SAW dalam firmannya: “Bagi orang-orang fakir yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dan keridhaan Allah, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar (keimanannya).(QS. 59;8).
     Apakah semua mereka yang berhijrah terklasifikasikan sebagai pemilik iman yang benar sesuai pujian Allah? Ternyata tidak. Sekalipun mereka meninggalkan Makkah berikut harta dan keluarganya, tetapi keniatan yang ada dihati yang membedakan mereka dengan muhajir (orang yang berhijrah) sejati.
     Sewaktu Rasulullah SAW sampai di Madinah, beliau mensinyalir terdapat muhajir gadungan. Karena dirasa sangat penting, juga sebagai intropeksi bagi sahabat yang lain, beliaupun mengingatkan dalam pidatonya: “Wahai segenap manusia! Sesunggunya amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang diniatkan. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya diterima oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang niat hijrahnya untuk dunia yang akan diperoleh, atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya akan sampai kepada apa yang diniatkan (dalam hijrahnya)?”.
     Dan ternyata sinyalemen Rasulullah SAW benar, karena terbukti salah seorang muhajir keniatan hijrahnya untuk menikahi sang pacar yang bernama Ummu Qais. Para sahabatpun akhirnya menjuluki orang tersebut, sesuai dengan keniatan hijrahnya, Muhajir Ummu Qais.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar